Kamis, 03 Juni 2010

CERPEN>> LELAKI DI BAWAH HUJAN



Semua..., tinggal di dalam gelap.

Tiba-tiba saja sebuah suara lembut yang menyebut namaku menggema kuat dari dalam kepalaku, bersamaan dengan sosok entah siapa yang menabrakku hingga jatuh terjengkang. Sekaligus membangunkanku dari buaian lamunan singkat yang terlupakan.

“Aduh!!” Teriakku begitu terjatuh di atas aspal basah yang sedang terguyur air langit. Sebuah dentuman kecil terdengar ketika lututku menyentuh permukaan jalanan.

Begitu disadarkan oleh rasa nyeri yang tiba-tiba menjalar disekitar lutut dan pahaku, aku malah dibingungkan dengan suasana jalanan tempatku terduduk menahan sakit. Sebab, kini aku tengah berada di tempat yang sama sekali tidak kukenal. Tempat asing dengan suasana yang membingungkan. Parahnya, aku sama sekali tidak dapat mengingat bagaimana aku bisa sampai berada di tempat ini dan sejak kapan, sekalipun telah kupaksakan.

Ya Tuhan, aku berada dimana? Kenapa aku bisa berada di tempat ini? Kenapa rasanya agak sulit untuk mengingat banyak hal?
Apa ini dalam mimpi? … Mimpi? Mimpi? … Ya, ini mimpi!! Tapi…

Dari atas kepalaku, hujan turun dengan derasnya. Membasahi tubuhku yang diam terpaku. Lama aku menikmati rasa bingung, terkejut, sekaligus takjub. Takjub karena daya hayal dan daya ingatku akan segala hal yang berkaitan dengan film, buku cerita, dan komik mulai bekerja dan memberikan pernyataan bahwa tempat ini agaknya mirip dengan jalanan di negara Jepang atau Amerika yang seringkali kulihat di komik-komik dan film. Ini bukanlah sebuah pemandangan yang dapat kutemui di negara dimana aku tinggal. Lalu…, apa yang sudah terjadi padaku? Kenapa aku bisa berada di tempat seperti ini? Tempat asing dengan suasana membingungkan dimana keberadaanku seolah hanyalah sebuah sampah kaleng bekas minuman yang tergeletak dipinggir jalan. Karena sekeras apapun eranganku ketika terjatuh tadi, tak seorangpun yang menghiraukan apalagi menolongku. Padahal, ditempat ini ada entah berapa puluh manusia yang lalu-lalang di sekitarku mencari tempat untuk berteduh. Kenapa mereka membiarkanku? Mungkinkah mereka semua itu sekumpulan orang-orang tuli atau paranoid yang tak berhati. Atau, semua orang di dunia mimpi itu seperti ini? Uugh...

Tak banyak berpikir macam-macam lagi, akupun mencoba untuk bangkit dibawah siraman air hujan dengan nuansa yang tak kalah asing. Namun, tepat ketika mencoba menggerakkan kaki kananku, rasa ngilu yang begitu menusuk kembali menjalar dengan cepat dari ujung kaki sampai pada pangkal pahaku, membuatku tersentak dan kembali terjatuh. “Agh!!” pekikku pelan menahan sakit.

Selang beberapa detik kemudian, tiba-tiba saja bagian tengah lutut kananku terasa amat perih dan panas. Dan ketika kulihat, ternyata lututku mulai mengeluarkan cairan kental berwarna merah tua yang setelahnya tercampur dengan tetesan hujan. Lututku berdarah. Luka yang kuderita cukup lebar dan jelas menyiksa. Selang beberapa saat, aku yang mulai tidak tahan dengan rasa perih yang kuderita, akhirnya menangis tanpa suara. Air mataku mulai berjatuhan mengimbangi sang langit. Ditambah lagi, tempat yang tidak memperdulikan keberadaanku sepenuhnya ini membuat hatiku memperbesar rasa sepi, takut dan khawatir dengan kecepatan ganda.

Tuhan, apa rasa sakit ini juga adalah mimpi?

“Berdiri!”

DEG…

Tiba-tiba, terdengar suara lembut bernada dingin tepat dari belakang punggungku, membuatku sedikit terkejut. Bersamaan dengan itu, sebuah payung hitam polos muncul diatas kepalaku dan jelas melindungi tubuhku dari dinginnya sentuhan air hujan. Menyusul kemudian sehelai mantel hangat yang digantungkan kepundakku.

Siapa?

Aku yang terkejut dengan segera menolehkan kepala kebelakang dan tampaklah sosok seorang anak laki-laki tak dikenal yang mungkin umurnya tak jauh berbeda denganku. Ia mengenakan baju tanpa lengan berwarna hitam polos dan celana jins panjang. Rambut basahnya yang agak gondrong dan berantakan yang menutupi hampr setengah bagian wajahnya, memberikan sedikit kesan nakal padanya. Tangan kirinya menggenggam payung hitam diatas kepalaku sedangkan tangan kanannya tampak memenuhi kantong celana jins sebelah kanannya.

‘Malaikat penolong…’

Kata itulah yang seketika memenuhi isi kepalaku akan sosok anak laki-laki tak dikenal ini.

“Aku tertolong…” Gumamku dalam hati.

Senang karena merasa telah terselamatkan, air mataku malah mengalir semakin deras masih dalam keadaan memandangi sosoknya yang terlihat dingin namun terkesan sangat lembut. Rasa sepi, takut, juga khawatir yang sedari tadi menggangguku perlahan memudar dan menyisakan sedikit kehangatan juga ketenangan pada tubuh basahku. Bahkan, sesaat aku berhasil melupakan rasa sakit pada lututku yang terluka.

“Apa lihat-lihat?!!” Bentak anak laki-laki itu tiba-tiba. Kulihat dia mengernyitkan kedua alisnya karena sebal. Mungkin, ia malu karena kuperhatikan sosoknya dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan wajah menangis pula.

“Terima kasih.” Ucapku dengan suara rendah dan bibir yang sedikit bergetar.
PLUK!

Sebelum sempat kudapati dirinya menanggapi ucapan terima kasihku, aku dikejutkan oleh sehelai sapu tangan bermotif kotak-kotak biru tua yang mampir dari tangan kanannya ke wajahku hingga menutupi seluruh bagiannya.

“Hapus air matamu, jelek!” dia berkata, tetap dengan nada bicara sedingin es.

Mendengar itu, tanpa berpikir lagi dengan sigap tanganku meraih sapu tangan pinjamannya dan mengusapkannya ke seluruh bagian wajahku. Sambil terus berusaha menahan tangis, kubersihkan wajahku dari jejak air mata dan hujan yang membasahiku. Namun…

TES… TES…

Tapi, meski dengan sekuat tenaga kucoba untuk memerintahkan kedua mataku agar berhenti menangis, entah kenapa tetap saja dikeluarkannya butiran-butiran bening yang menghalangi hampir seluruh pandanganku. Aku mendadak merasa telah kehilangan kendali atas perasaan milikku sendiri. Aku benar-benar merasa begitu senang dan menjadi sedikit lebih tenang karena telah ditolong oleh sosok laki-laki di depanku ini, tapi aku juga merasa teramat sangat sedih sekaligus gundah yang tidak beralasan atas dirinya. Jadi, sebenarnya apa yang telah terjadi pada perasaan hatiku? Siapa saja, tolong beritahu aku jawabannya, karena semakin lama hatiku terasa semakin sesak dan tertekan. Aku bingung!

NYUTT!!!

“Aaaw…!!! Sa, sakit!!” Erangku tiba-tiba. Rasa sakit pada luka dilututku yang sempat terlupakan mendadak kembali terasa. Dan rasa sakit yang kurasakan kali ini semakin menggila. Sampai-sampai kepalaku juga ikut berdenyut.

“Bisa berdiri tidak?” Tanya suara bernada dingin itu, tetap tanpa ekspresi yang pasti. Namun, walau nada bicaranya begitu kaku dan sedikit ketus agaknya terdengar sedikit sentuhan kekhawatiran dalam kata-katanya. Aku jadi agak terharu karena merasa dikhawatirkan.
“Ti, tidak tahu… Aaaw! Mu, mungkin tidak bisa. Ka, kakiku keram….” Jawabku sambil menahan rasa ngilu yang kurasakan setelah mencoba sedikit menggerakkan kakiku yang terluka.
“Dasar perempuan bodoh!” Gerutu anak laki-laki itu.
“Ma, maaf….” Kataku dengan suara pelan karena merasa malu. Lalu, kami terdiam sesaat. Sesaat…

“Kugendong. Tapi kita akan kehujanan. Tidak apa?” Kata anak laki-laki itu tiba-tiba.

DEG…

Ya Tuhan, aku ini kenapa? Bukankah ini dalam mimpi? Kenapa…

Hanya karena mendengar dia berkata akan menggendongku, aku malah jadi berdebar-debar begini. A, aku merasa sangat senang sekaligus merasa benar-benar malu. Juga, sedikit takut… tapi bukan takut pada sosok dinginnya, melainkan pada sesuatu yang tidak dapat kulihat. Entah apa.

“Eeh…, te, terima kasih. Ta, tapi tidak usah saja. Aku akan berusaha jalan sendi…”
“Memang susah jadi orang bodoh. Mau berlagak sok kuat ya? Hmh, kacau. Ck, cepat naik ke punggungku! Aku akan membawamu ke tempat yang bisa mengobati lukamu itu.”
“Eeeehhh…?! Tapi…”

Aku, akhirnya benar-benar dibuat malu sendiri oleh anak laki-laki ini. Belum sempat aku menolak perkataannya dia malah meletakkan payungnya dan berjongkok di depanku. Membiarkan kami berdua sama-sama tersiram tetesan air langit yang terasa dingin. Ditambah lagi, dia memintaku untuk segera naik kepunggungnya. Dan sepertinya…, aku memang perempuan bodoh seperti yang berulang kali dikatakannya padaku. Karena aku bingung dengan isi hatiku sendiri. Merasa senang dengan kejadian ini, sekaligus ketakutan akan sesuatu yang sulit dijelaskan.

Sebenarnya, aku ini kenapa?

“Naik!” Perintah anak laki-laki itu dengan suara tegas. Ia menoleh padaku dan menatapku dengan tatapan super jengkel yang sedikit menekan perasaanku. Walau kesannya seperti dipaksa, tapi sedikitpun aku tidak merasa terpaksa akan ini. Ya, pada akhirnya, dengan perasaan malu yang tertahan akupun mencoba untuk bangkit, menyandarkan tubuhku pada punggungnya dan mengalungkan tanganku kesekitar pundak dan lehernya. Dan dibawah guyuran air hujan, dia bangkit dan berdiri tegak sambil menggendongku yang terluka. Wajahku memerah seketika.

“Terima kasih.” Ucapku malu-malu.

Sesaat sebelum dia mulai melangkahkan kakinya, sekali lagi kudengar dia bergumam, “Dasar perempuan bodoh...”. Namun, kali ini dengan bibir yang menyunggingkan senyum lembut berisi kehangatan juga ketulusan. Akupun ikut tersenyum. Dan di dalam hatiku, aku segera mengiyakan gumamannya.

Ah…, memang hidup manusia itu sudah ada yang mengatur hingga sedemikian rupa. Hanya dalam hitungan detik, dalam hati mengalami perubahan sifat. Sementara syaraf otak, tak pernah mau berhenti beraktivitas selama paru-paru mengenal nafas, jantung memperdengarkan detakkannya, dan darah mengalir di di jalan nadinya. Itu juga yang kini aku alami sebagai makhluk bernama manusia. Meski sedang merasa agak kacau, aku bertemu, merasakan, menikmati dan mengenali sesuatu. Hanya dalam hitungan detik, aku yakin telah menemukan cinta, dengan nafas yang sedikit tertahan aku berhasil merasakan cinta, seiring dengan suara detak jantung yang semakin cepat aku jelas mendengar bisikan cinta, dan karena aliran darah ini mulai menciptakan rona di wajah, aku mengenali kehadiran cinta. Ya, bodohnya aku, karena sepertinya diri ini akan jatuh cinta pada sosok asing yang telah menyelamatkanku bukan hanya dari sakitnya luka di lutut kananku, tapi juga menyelamatkanku dari rasa sepi dan ketakutan yang memburu. Di tempat, ah, dunia yang juga asing ini. Haha... tapi, ini kan dalam mimpi! Mimpi buruk!!! Sebentar lagi, saat ayam pagi berkokok dan aku terbangun dari tidurku, semuanya akan berakhir. Dan, terlupakan…. Ya, berakhir! tidak akan bertemu lagi…

Setelah itu entah kenapa aku kembali menitikkan air mata. Walau perasaan juga tubuhku terasa begitu hangat dibelakang punggungnya sekalipun hujan membasahi kami dengan air dinginnya, tapi hati kecilku terasa begitu menderita. Perasaan menderita, seolah..., seolah sedang merasakan keputusasaan yang berlipat ganda. Keputusasaan yang dialami seseorang yang akan segera berpisah dengan sesuatu yang berharga. Atau kehilangan benda kesayangan yang telah bersama sejak lama. Rasanya benar-benar menyesakkan.

Tak lama kemudian, aku merasa kedua pelupuk mataku menjadi agak berat dan semakin lama semakin sulit kuangkat. Ya, tiba-tiba saja aku merasa begitu lelah dan mengantuk. Sangat mengantuk. Dan akhirnya, setelah tidak kuat menahan keinginan untuk terlelap itu lebih lama lagi, akupun memejamkan kedua mataku dipunggungnya dengan senyuman kecil dibibirku dan air mata yang masih mengalir dan terus mengalir dari kedua sudut mataku. Sedih. Rasanya tidak ingin berpisah. Ingin bisa begini terus selamanya. Tidak ingin bangun.

Mungkin, karena sesaat sebelumnya, aku sempat merasakan tanganku yang mengalung dilehernya disentuh setitik air hangat yang kuyakini bukan berasal dari air hujan yang begitu dingin yang membasahi kami. Bersamaan dengan terdengarnya sebuah suara lembut bernada dingin yang berbisik... “Sampai jumpa...”.

Walau ini mimpi, kutahu cintaku nyata.

Lalu, akupun... benar-benar terlelap.

Tuhan, apakah ini maksud dan tujuanmu mengirim seorang aku ke tempat asing ini? Dunia mimpi yang terasa hampa ini? Untuk bertemu dengannyakah? … Tapi, kenapa pada akhirnya Kau membangunkanku


~End~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar